UMK Kuningan Masih di Bawah Ciayumaja
Seputar Kuningan - Para pekerja di Kabupaten Kuningan diharapkan bersabar menunggu
keputusan pemerintah terkait upah minimum kabupaten (UMK). Pasalnya,
hingga saat ini Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi (Disnakertrans)
Kabupaten Kuningan belum terlihat membahas UMK bersama komponen terkait.
Sehingga belum bisa diketahui apakah tahun depan UMK akan mengalami
kenaikan atau malah tidak sama sekali. Saat ini, UMK Kabupaten Kuningan
berada di posisi terbawah dibanding Kota/Kabupaten Cirebon, Indramayu
dan Majalengka (Ciayumaja).
Namun untuk Jawa Barat, UMK Kabupaten Kuningan layak berbangga karena
masih berada di atas Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran yang
posisinya ada di deretan terakhir. Sejumlah pekerja juga berharap agar
pemerintah ikut memikirkan kenaikan UMK agar para pekerja bisa hidup
yang layak.
“Upah yang kami terima sesuai UMK yakni antara Rp1,4 juta sampai
Rp1,5 juta. Memang upah sebesar itu tidak mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari. Tapi mau bagaimana lagi kondisi perusahaan tempat kami
bekerja juga pendapatannya tidak terlalu besar,” ujar Iwan, yang diamini
beberapa pekerja lainnya.
Mereka berharap, agar di tahun depan, UMK mengalami kenaikan meski
tidak terlalu besar. Misalnya menjadi Rp1,8 juta atau kalau bisa hingga
Rp2 juta per bulannya. Kenaikan itu akan membantu para pekerja dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau kepengennya sih dapat gaji besar, namun kami mengerti kondisi
perusahaan. Misalnya naik menjadi Rp1,8 juta juga akan kami syukuri.
Kami mendengar kalau UMK Kabupaten Kuningan masih yang terendah di
wilayah III,” ujarnya.
Belum adanya pembahasan mengenai UMK dibenarkan oleh Kepala Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Drs H Saduddin MSi. Menurut Saduddin,
pembahasan menyangkut UMK biasanya digelar menjelang akhir Oktober.
“Belum…belum… ada pembahasan menyangkut masalah UMK. Jadi, kami belum
bisa memastikan apakah UMK itu akan naik atau tidak. Nanti baru
ketahuan kalau sudah masuk ke pembahasan,” papar Saduddin yang
didampingi Kasi Jamsos dan Kesejahteraan Tenaga Kerja, Drs Acep Samsu
Romli kepada Radar.
Acep Samsu menerangkan, untuk menentukan besaran kenaikan upah
mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan. Di mana besaran kenaikan upah tergantung dari laju inflasi
dan PBB.
“Untuk kenaikan upah ada aturan yang harus dipatuhi. Kami mengacu
kepada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang besaran kenaikan upah. Jadi, tidak
bisa sembarangan dalam menentukan atau memutuskan kenaikan upah. Untuk
saat ini, kami juga belum sampai pada tahap pembahasan rencana kenaikan
UMK bersama komponen terkait lainnya,” sebut Acep Samsu.
Sejauh ini, sambung Acep Samsu, pihaknya masih menunggu keputusan
pemerintah pusat terkait laju inflasi dan PBB. Hanya saja Acep
menyebutkan bahwa pleno pembahasan upah kemungkinan baru akan dilakukan
akhir bulan ini. Sebab di awal November mendatang, pihaknya sudah harus
mengajukan rekomendasi ke gubernur.
“Paling pleno pembahasan upah baru bisa dilakukan menjelang akhir
bulan ini. Setelah itu kami mengajukan rekomendasi ke gubernur. Dan
gubernur lah yang kemudian akan menentukannya berdasarkan laju inflasi
dan PBB,” tukasnya.
Ditanya besaran UMK tahun ini, Acep mengatakan bahwa UMK yang
ditetapkan yakni Rp1.477.352.70. dan angka ini masih di bawah Kabupaten
Majalengka. Kendati UMK yang ditetapkan angkanya ganjil, namun pada
kenyataannya para pekerja mendapatkan upah yang genap.
“Tertulisnya memang ganjil dan itu acuannya PP Nomot 78 Tahun 2015.
Kemudian juga tidak bisa genap, pasti ada angka ujung yang ganjil.
Setahu kami, para pemilik perusahaan di Kabupaten Kuningan menggenapkan
upah tersebut menjadi Rp1,5 juta. Mudah-mudahan saja UMK tahun depan
mengalami kenaikan,” pungkasnya. (radarcirebon.com)
Post a Comment